Semua manusia pada saatnya akan mati, mati seperti halnya binatang, sesaat setelah ia mati tubuhnya akan kaku seperti sebuah pohon dengan segala rantingnya. Kemudian beberapa hari setelah ia mati, tubuhnya membiru, agak lebam, dan tentu saja pria tampan maupun wanita cantik manapun yang seperti ini, pasti mereka yang mendambanya akan berlari menjauh, sejauh-jauhnya. Kemudian kulit serta daging mudah sekali lepas dari tulang yang mulai kering. Wajah pun sudah tak dapat dikenali lagi., cantik atau tampan sama saja, pucat, lebam dan membiru, sungguh buruk. Segera saja lendir-lendir dari tubuhnya akan mengalir deras seper aliran sungai di kala musim penghujan. Sedikit demi sedikit para cacing dan sejenisnya akan menikmati makanan gratis ini. Hingga yang tersisa hanyalah tulang-belulang yang kopong. Persis seperti seorang bocah yang memakan daging ayam yang digoreng ibunya, sampai habis dagingnya, tak bersisa.
Orang mati, itulah kita setelah Izroil menjalankan perintah Tuhannya yang Maha Agung untuk mengambil nyawa manusia. Ia takkan pernah menunda atau membatalkan kematian seseorang. baginya inilah profesi utamanya meski ia tak pernah mendapat gaji berupa uang puluhan juta ataupun bonus berupa rumah di Beverly Hills atau jalan-jalan ke Hawaii bahkan bidadari yang cantik jelita. Ia tentu bangga akan hal ini, mungkin sudah jutaan bahkan milyaran manusia pernah jumpa dengan Izroil, ada yang gembira di saat Izroil menyampaikan kabar yang ditunggu-tunggu atau ada yang menjerit hingga urat lehernya putus ketika Izroil baru melangkahkan kakinya di halaman rumahnya.
Bila telah datang perintah dari Sang Pencipta, takkan pernah ia abaikan, takkan pernah ia lalai, takkan pernah ia bantah, walau nyawa yang harus diambil seorang nabi sekalipun. Manusia, kita adalah manusia, yang pasti berjumpa dengan drinya suatu hari nanti, atau mungkin tak lama lagi bahkan dalam hitungan detik.
Sedangkan kita, manusia, selalu lalai akan datangnya Izroil kepada diri kita yang tengah berpesta-pora, melalaikan keawjiban Tuhan Yang Maha Agung. Mungkin seperti sebuah buah apel segar yang jatuh dari pohonnya, kita takkan pernah bisa meminta untuk kembali ke dunia fana ini untuk meperbaiki kualitas diri kita. Buah yang jatuh ke tanah dari pohonnya, takkan pernah untuk selamanya bisa kembali lagi, menempel di ranting yang tadinya sebagai tempat bergantung. Buah yang jatuh akan membusuk seiring waktu, sirna perlahan, kemudian hilang.
Kematian, ironis bila datang disaat kita belum siap menjalaninya, ironis bila menghampiri disaat kita terbahak-bahak menertawai orang... Kematian suatu yang didambakan oleh mereka yang merasa telah siap untuk menyambut Izroil menjalankan perintah Ia Yang Maha Esa...
Siapkanlah, siapkanlah diri kita untuk menjalani hari yang pasti datang, entah kapan...
-Sajak renungan, created by Dik D.F.-
05 March 2010
Sekedar Renungan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment